Bismillah.
Setelah mendengar ceramah
Khidr (kakak kandung dari Dzulqarnain) yang disampaikan di Panciro
Sul-Sel pada malam Jum’at kemarin (21 Rabiuts Tsani 1435 H / 20 Feb 2014
M), maka saya Hasan bin Rosyid Kendari menyatakan bahwa manhaj saudara Khidr sangat lemah dan rapuh sebagaimana sarang laba-laba, hal itu dengan beberapa alasan berikut:
1. Khidr bin Sunusi berbicara seperti orang yang sedang bangun kesiangan – Allahul Musta’an
– seakan-akan orang baru bangun dari tidurnya. Dia berbicara dengan
mengungkit-ungkit masa lalu yang tidak jelas kebenarannya, termasuk
tentang al-Ustadz Luqman Ba’abduh. Padahal dia tidak mengetahui apa
yang sedang terjadi di hadapan dia. Masya Allah hubungan
al-Ustadz Luqman Ba’abduh dan para asaatidzah yang bersama beliau
sangat dekat dengan asy-Syekh Rabi’, asy-Syaikh Muhammad bin Hadi
hafidzahumalloh (juga para masyaikh sunnah lainnya, ed)
Ana membuktikan sendiri ketika
umroh bersama mereka para asaatidzah, mereka benar-benar dimuliakan
oleh asy-Syaikh Rabi’. Di samping juga asy-Syaikh Robi’ tsiqah terhadap
mereka. Tidak seperti apa yang dikesankan oleh saudara Khidr. Wallahul musta’an.
Demikian pula asy-Syaikh Muhammad bin Hadi dan asy-Syaikh ‘Abdullah al-Bukhari hafidzahumullohu jami’an. Semuanya memuliakan para asaatidzah.
Bahkan Khidr sendiri yang umroh pada waktu itu, tidak mampu bertemu dengan para masyayikh yang telah saya sebutkan, bahkan – subhaanallah
– salah seorang thaalib (mahasiswa) Jami’ah Islamiyah Madinah
(Universitas Islam Madinah) bernama Thamrin yang bersama dengan Khidr,
berupaya mengajak ana (Hasan Rasyid) dan al-Ustadz ‘Abdurrahim Pangkep
untuk bersama-sama Khidr ke rumah asy-Syekh ‘Abdullah al-Bukhari, dan
anehnya si Tamrin menyebarkan terlebih dahulu berita tersebut baru,
kemudian baru menghubungi ana setelah itu. Maka anapun menolak (untuk
pergi bersama Khidr ke rumah asy-Syaikh ‘Abdullah al-Bukhari) waktu
itu, karena ana telah mengetahui sifat membabi buta yang ada pada Khidr.
Tentang Penelponan (Teleconfrence) asy-Syaikh Hani’ bin Buraik
2.
Apa yang disampaikan oleh saudara Khidr tentang penelponan asy-Syakh
Hani, maka ana katakan itu bukan dalil untuk kalian tapi hakikatnya itu adalah dalil atas kalian, dengan beberapa alasan:
a. Bukankah asy-Syaikh Hani dalam telpon tersebut
mentahdzir Jafar Shalih?! Dan bersama Jafar shalih ada abdul Barr, Ali
Basuki, dll. Apakah jujur saudara Khidr dan Dzulqarnain untuk siap
mentahdzir dan meninggalkan mereka semua?!!
Saya
menyangka itu bukan manhaj kalian, yang selama ini kalian cenderung
(selalu melakukan) persatuan sekalipun berwarna warni (campur aduk),
tidak menampakkan sifat tamayyuz dan mufaashalah (tampil beda dan memisahkan diri dari kebatilan dan pelakunya)
b. Dalam
teleconfrence, asy-Syaikh Hani memuji al-Ustadz Luqman dan al-Ustadz
Dzulqarnain dan menganjurkan keduanya untuk bersatu. Apakah mungkin persatuan tersebut??!
Sementara Khidir dan Dzulqarnain sendiri menyakini bahwa al-Ustadz
Luqman memiliki manhaj yang menyimpang. Ataukah persatuan yang dimaksud
adalah persatuan versi Hasan Albanna(ikhwany)? Yaitu, “kita tolong menolong dalam hal yang kita sepakati dan saling memberi udzur dalam hal yang kita perselisihkan”?!!
Adapun asy-Syaikh Hani hafizhahullah, maka kita berhusnuzhan (berbaik sangka) kepada beliau, bahwa beliau mengira persatuan itu mungkin (bisa) terwujudkan karena ustadz Dzulqarnain beliau kira telah bertaubat dan ruju dari kritikan-kritkan yang telah diikrarkan oleh para ulama, sekalipun kenyataannya belum ada taubat dan ruju’ yang dimaksud tersebut.
Adapun al-Ustadz Luqman dan
para asaatidzah yang bersamanya benar-benar menginginkan persatuan yang
hakiki di atas manhaj yang jelas, oleh karena itu para asaatidzah
menahan diri dari persatuan yang disebutkan/dianjurkan oleh asy-Syaikh
Hani tersebut.
Hingga kemudian setelah dikonfirmasi langsung kepada asy-Syaikh Rabi’ tentang tahdzir beliau terhadap Dzulqarnain, ternyata
beliau pun menyatakan masih berlaku tahdzir tersebut sampai benar-benar
adanya bukti taubat secara nyata dari Dzulqarnain, sebagaimana dalam Firman Allah dalam surat Al baqaroh:
ﺇِﻟَّﺎ ﺍﻟَّﺬِﻳْﻦَ ﺗَﺎﺑُﻮْﺍ ﻭَﺃَﺻْﻠَﺤُﻮْﺍ ﻭَﺑَﻴَّﻨُﻮْﺍ ﻓَﺄُﻭﻟَﺌِﻚَ ﺃَﺗُﻮْﺏُ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻢْ ﻭَﺃَﻧَﺎ ﺍﻟﺘَّﻮَّﺍﺏُ ﺍﻟﺮَّﺣِﻴْﻢُ.
“Kecuali orang-orang yang
telah bertaubat dan mengadakan perbaikan serta menyampaikan penjelasan,
maka mereka ini Aku terima taubatnya, dan sesungguhnya Aku Maha Penerima
taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 160)
c. Dalam
surat asy-Syaikh Hani yang kedua, dengan jelas beliau menyebutkan
Dzulqarnain telah bersiap rujuk dari kritikan-kritikan yang telah
diikrarkan(ditetapkan) oleh para ulama, tapi kenyataannya sampai hari
ini al-Ustadz Dzulqarnain tidak pernah mengakui kesalahan-kesalahannya
(yang telah diikrarkan para ulama tersebut). Bahkan Dzulqarnain
menyatakan dia tidak pernah mengetahui kesalahannya hingga dari mana dia
harus bertaubat.
Ini (ketidaktahuan Dzulqarnain
kesalahan-kesalahannya tersebut) adalah merupakan musibah, sementara
dia telah melakukan berbagai perkara yang besar yg telah merusak
kemurnian da’wah ini dengan permainannya, sebagaimana tahdzir asy-Syaikh
Rabi’.
Namun jika al-Ustadz Dzulqarnain yatajaahal
(pura-pura tidak tahu kesalahannya dan ini yang lebih mungkin sesuai
dengan sifat makarnya) maka ini adalah musibah yang lebih besar.
Sebagaimana kata penyair: “jika engkau tidak tahu mk itu musibah(karena
kejahilan), dan jika engkau tahu maka musibahnya lebih besar lagi
(karena engkau punya ilmu tapi tidak mengamalkannya atau menyembunyikan
atau berkhianat dengan ilmu tersebut)”.
Ketika Dzulqarnain kondisinya masih demikian itu mungkinkah dia
(dikatakan) bertobat sebagaimana yang diinginkan oleh asy-Syaikh Rabi’
dan asy-Syaikh Hani??
Jawabnya : Tidak
mungkin dan sangat jauh dikatakan demikian, terlebih belum terpenuhi
semua syarat taubat, termasuk di dalamnya memperbaiki apa yang telah dia
rusak selama ini, dan menjelaskan dari berbagai kesalahan dan
penyimpangan yang dia telah terjerumus padanya.Wallahu a’lam.
Dikirim melalui : WhatsApp Miratsul Anbiya Indonesia
0 komentar:
Posting Komentar
berkata baik, atau diam