Syubhat: bahwa Syaikh terpengaruh oleh orang-orang yang ada di sekitarnya (dalam fatwa dan tahdzirnya).
Makna dari syubhat ini, pernyataan
seorang syaikh atau seorang alim tentang ahli ahwa, ahli bid’ah dan
dai-dai kesesatan, tidak bisa dipegang dan tidak bisa diterima. Sebab,
dia terpengaruh oleh orang-orang (di sekitarnya) yang mempunyai misi
tertentu, menurut anggapan mereka.
Syubhat ini batil dari beberapa sisi:
1. Pernyataan ini mengandung celaan terhadap syaikh tersebut, yaitu syaikh tidak selektif, hanya menerima talqin (bisikan) dari murid-muridnya. Padahal, hukum asalnya Syaikh tersebut adalah seorang yang ‘adil, tsiqah, dan memiliki pemahaman yang benar.
Pernyataan (syubhat) di atas menyelisihi
hukum asal tersebut. Maka dari itu, jika ada dalil yang menyelisihinya,
pernyataan tersebut diterima. Jika tidak, pernyataan itu tertolak dan
tidak bisa diterima.
2. Pernyataan seperti ini telah dilarang oleh Allah untuk dikatakan kepada Nabi Shallallahu ‘alahi wa Sallam. Padahal ulama adalah pewaris para nabi.
ÙˆَÙ…ِÙ†ْÙ‡ُÙ…ُ الَّØ°ِينَ ÙŠُؤْØ°ُونَ
النَّبِÙŠَّ ÙˆَÙŠَÙ‚ُولُونَ Ù‡ُÙˆَ Ø£ُØ°ُÙ†ٌ Ù‚ُÙ„ْ Ø£ُØ°ُÙ†ُ Ø®َÙŠْرٍ Ù„َÙƒُÙ…ْ ÙŠُؤْÙ…ِÙ†ُ
بِاللَّÙ‡ِ ÙˆَÙŠُؤْÙ…ِÙ†ُ Ù„ِÙ„ْÙ…ُؤْÙ…ِÙ†ِينَ ÙˆَرَØْÙ…َØ©ٌ Ù„ِÙ„َّØ°ِينَ Ø¢َÙ…َÙ†ُوا
Ù…ِÙ†ْÙƒُÙ…ْ ÙˆَالَّØ°ِينَ ÙŠُؤْØ°ُونَ رَسُولَ اللَّÙ‡ِ Ù„َÙ‡ُÙ…ْ عَØ°َابٌ Ø£َÙ„ِيمٌ
(61) [التوبة/61]
Di antara mereka (orang-orang
munafik) ada yang menyakiti Nabi dan mengatakan: “Nabi mempercayai semua
apa yang didengarnya”. Katakanlah: “Ia mempercayai semua yang baik bagi
kamu, ia beriman kepada Allah, mempercayai orang-orang mukmin, dan
menjadi rahmat bagi orang-orang yang beriman di antara kamu”. Dan
orang-orang yang menyakiti Rasulullah itu, bagi mereka azab yang pedih. (at-Taubah: 61)
Ath-Thabari mengatakan, “Allah yang Mahatinggi ucapannya berfirman, ‘di antara mereka kaum munafik ada sekelompok yang menyakiti hati dan menghina Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam’.
Mereka mengatakan bahwa beliau (Nabi) mempercayai semua yang beliau
dengar dari apa yang dikatakan oleh setiap orang serta menerima dan
membenarkannya.’ Ini diambil dari perkataan mereka (orang Arab) ‘rajulun adznatun’ seperti wazan fa’alatun, yang artinya terburu-buru mendengar dan menerimanya. Ini seperti kata yaqinun wa yaqanun. Artinya dia meyakini setiap apa yang disampaikan. Asal katanya dari adzina lahu—ya’dzanu, yaitu jika dia mendengarnya.” (Jami’ul Bayan jilid 11 hlm. 535)
Ungkapan seperti ini (bahwa Nabi
mempercai semua yang beliau dengar) diucapkan oleh orang-orang munafik
sebagai bentuk celaan terhadap Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam.
Sekarang, ucapan tersebut diucapkan oleh ahlul bid’ah dan orang-orang
jahil sebagai bentuk celaan terhadap para ulama dalam rangka menjatuhkan
kredibilitas ucapan para ulama tersebut serta menolak ilmu mereka.
Perbuatan mereka tersebut serupa dengan perbuatan orang-orang munafik. La haula wala quwwata illa billahi ‘aliyyil ‘azhim….
3. Pernyataan tersebut diterapkan oleh
si pengucapnya untuk menolak perkataan ‘ulama ketika menghukumi
perorangan atau perkara-perkara yang lain. Sungguh, ini merupakan
perbuatan yang paling buruk dan paling batil. Sebab, pernyataan seorang
ulama tidak boleh dimentahkan kecuali dengan dalil syar’i. Apakah
pernyataan tersebut (syubhat di atas) termasuk dalil syar’i?
4. Pernyataan tersebut mengandung banyak dampak negatif, di antaranya menanamkan ketidaktsiqahan terhadap ucapan dan fatwa syaikh tersebut. Ketika hilang ketsiqahan terhadap syaikh, akan hilang pula ketsiqahan terhadap ilmunya. (lihat (dari Madarij fi Kasyfi Syubuhatil Khawarij hlm. 7—13, karya Ahmad bin Umar Bazmul)
5. Di antara dampak negatifnya juga,
pernyataan (syubhat) di atas menjatuhkan kewibawaan syaikh dan harga
dirinya di mata para penuntut ilmu. (‘Ibaratun Mauhumah hlm. 49—50, karya Muhammad bin Umar Bazmul)
Jawaban ini disebutkan oleh Syaikh Ahmad Bazamul dalam Syarh Qauli Ibni Sirin (hlm. 259—260) terkait dengan syubhat di atas yang beredar sekarang.
0 komentar:
Posting Komentar
berkata baik, atau diam