Pakaian merupakan nikmat yang Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berikan
kepada para hamba-Nya. Namun terkadang ada sebagian di antara kaum
muslimin salah dalam membuat pakaian dan salah dalam memakai pakaian ,
sehingga mereka terkadang memakai pakaian yang seyogyanya belum dipakai,
eh malah dipakai. Pakaian yang mestinya dipakai oleh anak kecil, duh
malah dipakai oleh orang dewasa. Oleh karena itu, kita akan menyaksikan
beberapa kesalahan berikut:
• Shalat dengan Memakai Pakaian Ketat yang Membentuk Tubuh, dan Aurat
Memakai pakaian yang ketat dan sempit, dibenci menurut syari’at
Islam. Bahkan daapt menimbulkan mudharat dari sisi kesehatan. Sehingga
jika memakai pakaian yang ketat, akan menggambarkan kedua auratnya atau
salah satunya, dan sebagian mereka sulit untuk melakukan sujud. Maka
dari sisi ini saja sudah dapat dipastikan keharaman memakai pakaian
seperti ini. Lebih memperihatinkan lagi, sebagian orang yang
berpenampilan dengan pakaian ketat, jarang melaksanakan shalat, bahkan
ada yang tidak melaksanakan shalat sama sekali.
Al-HafizhIbnuHajar dalam Fathul Bari (1/476) menceritakan dari Ibnu
Asyhab tentang orang yang memendekkan celananya dalam shalat, padahal
dia mampu memanjangkan celananya, ia berkata, ”Dia mengulangi shalat
pada waktu itu, kecuali jika pakaiannya tebal, dan sebagian ulama’
Hanafiyyah memakruhkannya”. Padahal keadaan celana mereka pada waktu itu
bentuknya sangatlah lebar, maka apa lagi dengan celana [pantalon] yang
sempit sekali.
Al-Allamah Albany-rahimahullah- berkata, ”Pada celana [pantalon] itu
terdapat dua musibah.
MusibahPertama, Pemakainya menyerupai orang kafir.
Sedangkan orang muslim dahulu mengenakan celana yang lebar dan,
longgar. Sebagian orang Suriah dan Lebanon masih mengenakannya. Kaum
muslimin tidak mengenal celana [pantalon] ini, kecuali tatkala mereka
dijajah. Sehingga tatkala penjajah itu hengkang, mereka meninggalkan
perilaku-perilaku yang buruk, dan kaum muslimin pun mengikutinya
disebabkan ketololan dan kebodohan mereka.
Musibah kedua, Celana
[pantalon] ini membentuk aurat, sedangkan aurat laki-laki batasannya
adalah dari lutut sampai ke pusar. Padahal orang yang sedang shalat
diwajibkan agar keadaaannya jauh dari memaksiati Allah, karena dia
sedang sujud kepada-Nya. Maka Anda akan lihat kedua pantatnya terbentuk
dengan jelas!? Bahkan, anggota tubuhnya yang ada di antara keduanya
[kemaluan-pen.] terbentuk!! Bagaimana bisa orang yang demikian ini
melakukan shalat mengahadap Rabb semesta Alam?? Yang sangat
mengherankan, mayoritas pemuda-pemuda yang menamakan dirinya remaja
muslim, mereka mengingkari wanita-wanita yang berpakaian ketat,karena
membentuk tubuhnya. Sementara pemuda ini sendiri lupa dirinya, karena
pemuda ini sendiri ternyata terjatuh pada kemungkaran yang dia ingkari
itu. Tidak ada perbedaaan antara seorang wanita yang berpakaian ketat
dan seorang lelaki yang memakai pantalon, karena keduanya sama-sama
membentuk kedua pantatnya. Sedangkan pantat laki-laki dan pantat
perempuan adalah aurat, keduanya sama hukumnya. Maka wajib bagi para
pemuda untuk mengetahui musibah yang telah menimpa diri-diri mereka
sendiri, kecuali orang-orang yang dirahmati Allah dan jumlah mereka ini
sedikit sekali. [Lihat Al-Qaul Al-Mubin fi Akhtha’ Al-Mushallin (20-21)]
Antara laki-laki dan wanita, sama-sama terjerumus dalam kesalahan
tersebut. Akan tetapi di zaman kita sekarang ini, kaum lelaki yang
paling banyak yang terjerumus ke dalamnya ketika shalat, sebab kaum
laki-laki tidaklah melaksanakan shalat, kecuali dengan mengenakan
pantalon dan banyak dari mereka celananya sangat ketat -Laa Haula Wala
Quwwata Illa Billah-.
Padahal seorang sahabat pernah berkata,
نَهَى صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُصَلِّيَ الرَّجُلُ فِيْ سَرَاوِيْلَ وَلَيْسَ عَلَيْهِ رِدَاءٌ
“Rasulullah telah melarang seorang lelaki yang shalat dengan
menganakan sirwal [celana longgar-pen.] yang tidak ada di atasnya ridaa’
(pakaian)”. [HR. Abu Dawud (no. 636) dan Al-Hakim. Hadits ini hasan
sebagaimana dalam Shahih Al-Jami’ (6830) karya Syaikh Al-Albaniy]
Adapun jika pantalon itu lebar (tidak sempit), maka shalat dengan
pakaian itu sah. Tetapi yang lebih utama, selain memakai pakaian itu,
anggota badan antara lutut dan pusar juga ditutup dengan gamis panjang.
Namun tentunya gamis tersebut di atas mata kaki bagi laki-laki, karena
menutupi aurat yang demikian itulah yang sempurna.
• Shalat dengan Memakai Pakaian Tipis dan Transparan
Demikian pula dimakruhkan shalat dengan dengan pakaian ketat yang
bisa membentuk aurat dan membentuk sebagian tubuh. Juga tidak bolehnya
shalat dengan pakaian transparan yang dapat memperlihatkan badan yang
berada dibalik kain tersebut. Sebagian orang ter-fitnah dengan memakai
pakaian yang dinamakan “stil” dengan maksud menampakkan anggota badannya
yang dinilai oleh syari’at sebagai aurat. Mereka menampakkannya secara
sengaja. Akibatnya, mereka telah menjadi tawanan dan budak-budak
syahwat, adat dan tradisi. Didukung pula keberadaan da’i-da’i yang
membolehkan pakaian seperti itu, justru memotivasi mereka agar
memakainya. Kemudian menetapkan keutamaannnya bagi mereka atas mode yang
lainnya dengan slogan “mode tersebut adalah mode terkini yang relevan
dengan zaman” berdasarkan pemkiran seorang reformis kefasikan dan
kedurhakaan. [Lihat Al-Qaul Al-Mubin(hal. 22)]
Termasuk di antara kesalahan dalam memakai pakaian tipis dan transparan:
• Shalat dengan Memakai Pakaian Tidur (Piyama)
Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu- berkata,
”Seseorang telah berdiri mengahadap Nabi -Shallallahu ‘alaihi
wasallam-, lalu dia bertanya kepadanya tentang shalat memakai pakaian
satu lembar, maka beliau berkata,
أَوْ كُلُّكُمْ يَجِدُ ثَوْبَيْنِ ؟!
”Apak ah kalian semua mendapati dua lembar pakaian?!”
Kemudian lelaki itu bertanya kepada Umar. Maka Umar berkata,”Jika
Allah memberi keleluasaan, maka hendaklah kalian memberi keleluasaan;
seseorang shalat dengan memakai pakaian jubah dan sarung,dengan jubah
dengan pakaian luar, dengan celana panjang dan gamis”. [HR.
Al-Bukhariydalam Shahih-nya (365),
Malik dalam Al-Muwaththa’ (1/140/31),
Muslim dalam Shahih-nya (515), Abu Dawud dalam As-Sunan (625),
An-Nasa‘iy dalam Al-Mujtaba (2/69), Ibnu Majah dalam As-Sunan (1047),
dan lainnya]
Abdullah bin umar pernah melihat Nafi’ sedang shalat sendirian dengan
memakai pakaian satu lembar, maka
Ibnu Umar pun bertanya, ”Bukankah
saya telah memberikan kepadamu dua lembar pakaian?” Nafi’ menjawab, “Ya,
betul”. Ibnu Umar berkata, ”Apakah engkau mau keluar ke pasar dengan
memakai pakaian satu lembar?” Nafi’ berkata, ”Tidak”. Ibnu Umar berkata,
فَاللهُ أَحَقُّ أَنْ يُتَجَمَّلَ لَهُ
”Maka Allah lebih berhak agar seseorang berhias dihadapan-Nya”. [HR. Ath-Thahawiy dalamSyarhul Ma’any Atsar(1/377-378)]
Demikianlah orang yang shalat dengan pakaian tidur, ia tak malu
memakai pakaian tidurnya yang kadang tipis dan ketat di hadapan Allah.
Namun di lain sisi, dia malu di hadapan manusia saat memakai pakaian
seperti itu ke pasar!
Ibnu Abdil Barr-rahimahullah- berkata dalam At-Tamhid (6/369),
“Sesungguhnya ahli ilmu menganjurkan seseorang memakai beberapa pakaian,
memperindah pakaiannya, keharumannya, dan bersiwak ketika hendak shalat
semampunya”.
Sesungguhnya para fuqaha berkata ketika membahas syarat-syarat sahnya
shalat pada pembahasan menutupi aurat, “Dalam menutupi aurat
disyaratkan memakai pakaian yang tebal. Jadi, pakaian yang transparan
yang memperlihatkan warna kulit, tidak mencukupi. [Lihat Al-Mughny
(1/617) dan Nihayah Al-Muhtaaj (2/8) dan Al-Libas wa Az-Zinah fii
Asy-syariah Al-Islamiyyah (hal. 99), I’anah Ath-Thalibin (1/113),
Hasyiyah Qalyubiy wa Umairah, dan Al-Mughni (1/617)]
Laki-laki dan perempuan wajib berpakaian yang demikian, baik dia
shalat sendiri atau pun berjama’ah. Setiap orang yang membuka auratnya
dalam keadaan dia mampu menutupinya, maka shalatnya tidak sah. Meskipun
dia shalat sendirian di tempat yang gelap, karena adanya ijma’ ulama
tentang wajibnya menutupi aurat sebagaimana Allah berfirman,
يَا بَنِي آَدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا
وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
”Hai Anak adam, pakailah pakaianmu yang indah disetiap memasuki masjid.” (QS. Al A’raf : 31)
Kata “az-zinah” (perhiasan) disini adalah pakaian; “masjid” adalah shalat. [Lihat Ad-Din Al-Khalish (2/101) At-Tamhid (6/379)]
• Shalat dengan Pakaian Tipis yang Menampakkan Warna Kulit
Ucapan Umar yang lalu menjelaskan tentang pakaian yang paling banyak
dipakai untuk menutupi badan dan menggabungkan satu pakaian dengan
pakaian yang lain. Beliau tidak bermaksud membatasi satu jenis pakaian.
Bahkan beliau menyamakan dengan sesuatu yang bisa menggantikannnya.
Atsar dari Umar itu juga menunjukkan wajibnya menutupi aurat dalam
shalat. Dengan demikian, shalat dengan memakai pakaian dua lembar lebih
utama daripada memakai pakaian satu lembar.
Al Qadhi’ Iyadh menjelaskan bahwa tidak adanya perselisihan dalam
masalah ini. [Lihat Fath Al-Bari (1/476) dan Al-Majmu’ (3/181)]
Al-Imam syafi’iy -rahimahullah- berkata, ”Jika seseorang shalat
dengan mengenakan gamis yang menampakkan auratnya, maka pakaian itu
tidak mencukupi shalatnya. [Lihat Al-Umm (1/78)]
Peringatan: Aurat perempuan harus lebih tertutup daripada laki-laki!
Imam Syafi’iy-rahimahullah- juga berkata, ”Jika seseorang perempuan
shalat hanya dengan memakai pakian dan tutup kepala,yang pakaian itu
mensifatkan dirinya, maka lebih saya cintai dia tidak melakukan shalat,
kecuali dengan mengenakan jilbab di atasnya serta merenggangkan
jilbabnya dari dirinya, supaya tidak nampak seluruh tubuh atau
badannya”. [Lihat Al-Umm (1/78)]
Jadi, wajib bagi seorang wanita tidak shalat dengan memakai pakaian
yang terbuat dari bahan nylon dan chyfon, sebab dengan memakai pakaian
transparan, berarti dia membuka auratnya, meskipun itu lebar dan
menutupi seluruh badannya.
Dalilnya, Nabi Muhammad -Shollallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
سَيَكُوْنُ فِيْ آخِرِ أُمَّتِيْ نِسِاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ…
”Di akhir umatku akan muncul wanita yang berpakaian, akan tetapi
telanjang…..” . [HR. Malik dalam Al-Muwaththo’ (2128) dan Muslim dalam
Shohih-nya (2128)]
Ibnu Abdil Barr-rahimahullah- berkata, ”Rasulullah -Shollallahu
‘alaihi wasallam- memaksudkan para wanita yang memakai pakaian yang
menampakkan (bentuk tubuh) lagi tipis, namun tidak menutupi. Jadi,
mereka dinamakan berpakaian, akan tetapi pada hakekatnya telanjang”.
[Lihat Tanwir Al-Hawalik (3/103)]
Sebagian fuqaha’ menyebutkan, “Pakaian yang tipis di awal kita
memandang, maka ada tidaknya pakaian itu sama. Berdasarkan hal itu, maka
tak ada shalat bagi pemakainya”. [Lihat Bulghah As-Salik (1/104)]
Sebagian dari mereka menjelaskan, bahwa pakaian para salaf tidak
membentuk auratnya, entah karena transparannya atau hal-hal yang
lainnya, atau karena sempitnya. [Lihat Syarh Ad-Durar ala Mukhtasar
Khalil (1/42)]
Sumber : Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 24 Tahun I. Penerbit :
Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Te’ne
No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP :
08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab :
Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Dewan Redaksi : Santri
Ma’had Tanwirus Sunnah – Gowa. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul
Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Muhammad Mulyadi. Untuk
berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201). (infaq
Rp. 200,-/exp)
http://almakassari.com/?p=164
http://www.darussalaf.or.id/fiqih/bereskan-pakaian-sebelum-shalat/
0 komentar:
Posting Komentar
berkata baik, atau diam