بسم الله الرحمن الرحيم
Oleh : Luqman bin Muhammad Ba’abduh
Bagian 3 : Ciri ahlul bid’ah: Mencela ‘Ulama Sunnah
Tulisan pada bagian ini kami
sajikan pembahasan tentang bahaya mencela atau menjatuhkan kredibilitas
seorang ‘ulama sunnah. Karena para ‘ulama sejak generasi salaf hingga
saat ini menjadikan perbuatan ini sebagai salah satu tanda seorang
sebagai ahlul bid’ah.
Terkhusus saudara Firanda,
kami harapkan pembahasan dalam bagian ini kembali menjadi sebuah teguran
untuk segera bertaubat, beristighfar, dan memohon ampun kepada Allah,
serta meninggalkan kebiasaannya mencela atau menjatuhkan kredibilitas
‘ulama sunnah, terkhusus dalam hal ini al-’Allamah asy-Syaikh Rabi’
al-Madkhali hafizhahullah, atau yang lainnya.
Kami berharap kepada semua
pembaca untuk mengikutinya dengan seksama, agar bisa mengetahui
keterkaitan pembahasan pada bagian ke-3 ini dengan bagian sebelumnya dan
yang akan datang – insya Allah – sebagai satu kesatuan.
Ketahuilah bahwa para ‘ulama sejak dahulu kala telah menyebutkan cinta dan hormat kepada para ‘ulama sunnah sebagai salah satu ciri Ahlus Sunnah.
Sehingga apabila didapati seseorang yang mencintai ‘ulama sunnah,
menyebutkan kebaikan dan keutamaannya, maka dia akan dinilai sebagai
seorang Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Sebaliknya apabila didapati
seseorang yang mencoba menjatuhkan kredibilitas seorang ‘ulama sunnah –
baik secara terang-terangan dan arogan, ataupun dengan cara halus dan
tipu daya – mereka mencapnya sebagai ahlul bid’ah yang memiliki
penyimpangan.
Tentu hal ini bukan bermakna bahwa Ahlus Sunnah:
- meyakini bahwa ‘ulama mereka ma’shum yang tidak mungkin salah,
- bertaklid buta kepada ‘ulama-nya,
- mendiamkan atau tidak mengingkari kesalahan yang terjadi pada para ‘ulamanya.
Ahlus Sunnah tetap
berkeyakinan ‘ulama mereka adalah manusia biasa, yang bisa ingat atau
lupa, bisa benar atau salah. Sehingga Ahlus Sunnah sejak dahulu kala –
terkhusus dalam hal ini para ‘ulamanya – membantah kesalahan-kesalahan
yang terjadi pada ‘ulama Ahlus Sunnah lainnya. Namun, tentunya bantahan
dan penjelasan tentang kesalahan tersebut dilakukan dengan penuh
keilmiahan dan tetap menjaga kehormatan atau kredibilitas ‘ulama
tersebut di mata umat. Tidak dipahami oleh umat kritikan itu sebagai
bentuk tanfir (upaya menjauhkan umat) dari ‘ulama yang dikritik tersebut.
Berbeda dengan yang dilakukan
oleh Ali Hasan al-Halabi, Abul Hasan al-Ma’ribi, Muhammad Hassan
al-Mishri, dan para pengikutnya – termasuk saudara Firanda – dalam sikap
mereka terhadap asy-Syaikh al-’Allamah Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah. Sebagaimana akan semakin jelas kepada para pembaca – insya Allah – pada bagian-bagian berikutnya dari tulisan ini.
* Berikut ini pernyataan para ‘ulama salaf :
Al-Imam Abu Hatim Muhammad bin Idris ar-Razi [1] rahimahullah :
عَلامَة أهل الْبدع الوقيعة فِي أهل الأَثر
“Ciri-ciri Ahlul Bid’ah adalah mencela Ahlul Atsar (‘ulama sunnah).” [2]
Sudah dapat dipastikan
berdasarkan keterangan ‘ulama sunnah dan para imam Dakwah Salafiyyah di
zaman ini, bahwa asy-Syaikh al-’Allamah Rabi’ bin Hadi al-Madkhali
merupakan salah satu ahlul atsar di zaman ini. Sebagaimana telah kami cantumkan pernyataan mereka pada bagian pertama dan kedua tulisan ini.
Ahmad bin Sinan al-Qaththan [3] rahimahullah berkata,
لَيْسَ فِي الدُّنْيَا مُبْتَدِعٌ
إِلَا وَهُوَ يُبْغِضُ أَهْلَ الْحَدِيثِ، وَإِذَا ابْتَدَعَ الرَّجُلُ
بِدْعَةً نُزِعَتْ حَلَاوَةُ الْحَدِيثِ مِنْ قَلْبِهِ
“Tidak ada seorang mubtadi’
pun di dunia ini kecuali dia membenci Ahlul Hadits (‘ulama sunnah).
Apabila seseorang membuat satu bid’ah, niscaya akan dicabut manisnya
hadits (Sunnah) dari hatinya.” [4]
Abu ‘Utsman ash-Shabuni [5] rahimahullah berkata,
وعَلاماتُ أَهلِ البدَعِ عَلى
أَهلِهَا بَادِيَةٌ ظَاهِرَةٌ، وأَظهرُ آيَاتِهِمْ وعَلاَمَاتِهِمْ شِدَّةُ
مُعَادَاتِهِمْ لِحَمَلةِ أَخْبَارِ النَّبِيِّ- صلى الله عليه وعلى آله
وسلم- وَاحْتِقَارُهِمْ لَهُمْ، وَاسْتِخْفَافُهِم بِهِمْ
“Tanda-tanda ahlul bid’ah
pada diri orangnya sangat jelas dan tampak. Tanda-tanda dan ciri-ciri
mereka yang paling tampak adalah permusuhan yang sangat kuat terhadap
para pengemban hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
pelecehan, dan perendahan terhadap mereka.” [6]
Asy-Syaikh al-’Utsaimin rahimahullah berkata,
لأهل البدع علامات منها :
1- أنهم يتصفون بغير الإسلام والسنة بما يحدثونه من البدع القولية والفعلية والعقائدية.
2- أنهم يتعصبون لآرائهم فلا يرجعون إلى الحق وإن تبين لهم.
3- أنهم يكرهون أئمة الإسلام والدين.
Ahlul bid’ah padanya ada tanda-tanda, di antaranya:
- Mereka bersifat dengan selain Islam dan Sunnah, dengan sebab berbagai bid’ah yang mereka munculkan, baik bid’ah qauliyyah (ucapan), fi’liyyah (perbuatan), maupun aqa’idiyyah (aqidah/keyakinan)
- Mereka fanatik buta terhadap pendapat-pendapat (bid’ah)nya. Tidak mau rujuk kepada al-Haq (kebenaran) meskipun telah jelas kebenaran tersebut kepada mereka.
- Mereka membenci para imam (‘ulama) Islam dan agama.
(lihat kitab Syarh Lum’atul I’tiqad karya beliau)
Kalau pernyataan-pernyataan
‘ulama di atas bersifat global, maka berikut ini adalah pernyataan para
‘ulama sunnah yang bersifat khusus dengan menyebutkan nama-nama
tertentu.
‘Abdurrahman bin Mahdi [7] rahimahullah berkata,
اِبْنُ عَوْنَ فِي
الْبَصْرِيِّيْنَ إِذَا رَأَيْتَ الرَّجُلَ يُحِبُّهُ فَاطْمَئِنْ
إِلَيْهِ، وَفِي الكُوْفِيِّيْنَ : مَاِلكُ بن مِغْوَلِ ،وَزَائِدَةُ بن
قُدَامَةَ ،إِذَا رَأَيْتَ الرَّجُلَ يُحِبُّهُ فَارْجُ خَيْرَهُ، وَمِنْ
أَهْلِ الشَّامِ : الأَوْزَاعِي وَأَبُو إِسْحَاقَ الفَزَارِي، وَمِنْ
أَهْلِ الحِجَازِ: مَالِكُ بن أَنَسٍ
“Ibnu ‘Aun [8]
di kalangan penduduk kota Bashrah, apabila kamu melihat seseorang
mencintainya, maka percailah dia (sebagai orang yang beraqidah Ahlus
Sunnah). Di kalangan penduduk kota Kufah: Malik bin Mighwal [9], Za`idah bin Qudamah [10]; apabila kamu melihat seseorang mencintainya maka berharaplah akan kebaikannya. Di kalangan penduduk Syam: al-Auza’i [11] dan Abu Ishaq al-Fazari [12]. Dan dari kalangan penduduk Hijaz: Malik bin Anas. [13]“ [14]
‘Abdurrahman bin Mahdi rahimahullah berkata,
إِذَا رَأَيْتَ الشَّامِيَّ يُحِبُّ الأَوزَاعِيَّ وَأَبَا إِسْحَاقَ الفزاري فَارْجُ خَيْرَهُ.
“Apabila kamu melihat
seorang penduduk Syam mencintai al-Auza’i dan Abu Ishaq al-Fazari, maka
berharaplah akan kebaikan orang tersebut.”
‘Abdurrahman bin Mahdi rahimahullah juga berkata,
إِذَا رَأَيْتَ الشَّامِيَّ يُحِبُّ الأَوزَاعِيَّ وَأَبَا إِسْحَاقَ الفَزَارِي ؛فَهُوَ صَاحِبُ سُنَّةٍ
“Apabila kamu melihat seorang penduduk Syam mencintai al-Auza’i dan Abu Ishaq al-Fazari, maka dia adalah seorang ahlus Sunnah.”
إِذَا رَأَيْتَ بَصْرِيًّا يُحِبُ حَمَّادَ بن زَيْدٍ فَهُوَ صَاحِبُ سُنَّةٍ
“Apabila kamu melihat seorang dari penduduk Bashrah mencintai Hammad bin Zaid [15], maka dia seorang ahlus Sunnah.”
Qutaibah bin Sa’id rahimahullah berkata,
إِذَا رَأَيتَ الرجُلَ يُحبُّ
أَهلَ الحديثِ؛ مِثْلُ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ وَعَبْدِ الرَّحْمَن بْنِ
مَهْدِي، وأَحْمَدَ بْنِ حَنْبَل، وإِسْحَاقَ بْنِ رَاهَوَيْه. . .
وَذَكَرَ قَوْمًا آخَرِين؛ فإِنَّهُ عَلَى السُّنَّةِ، وَمَنْ خَالَفَ
هَؤُلاَء فَاعْلَمْ أَنَّهُ مُبْتَدِعٌ!
“Apabila kamu melihat
seseorang mencintai ahlul hadits (‘ulama sunnah), seperti Yahya bin
Sa’id, ‘Abdurrahman bin Mahdi, Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Rahawaih , …
(beliau menyebut sekian nama lainnya), maka orang tersebut berada di atas sunnah. Barangsiapa yang menyelisihi mereka (para ‘ulama sunnah), ketahuilah dia itu mubtadi’!! “
(atsar-atsar di atas lihat kitab Lammud Durril Mantsur)
Perhatikan berbagai keterangan
‘ulama salaf di atas, dengan tegas mereka menyebutkan nama-nama ‘ulama
tertentu yang kecintaan kepada mereka merupakan tolok ukur kelurusan
aqidah dan manhajnya, sementara kebencian kepada mereka merupakan tanda
bahwa ia adalah ahlul bid’ah.
* Sikap menguji kelurusan
aqidah dan manhaj seseorang dengan kecintaannya kepada ‘ulama sunnah
merupakan salah satu manhaj salaf yang telah banyak dilupakan.
Berikut ini pernyataan ‘ulama
salaf yang menganjurkan kepada umat untuk menguji aqidah dan manhaj
seseorang, apakah dia seorang Ahlus Sunnah ataukah Ahlul Bid’ah, dengan
kecintaan kepada ‘ulama sunnah. Hal ini merupakan salah satu pedoman
penting yang mereka bimbingkan, terkhusus ketika seorang muslim tidak
mengetahui atau meragukan aqidah dan manhaj seseorang yang datang
kepadanya atau yang dia temui. Kaidah ini sangat bermanfaat bagi setiap
muslim yang hidup pada zaman yang penuh fitnah dan penyimpangan, atau di
zaman yang banyak bermunculan tokoh-tokoh bid’ah yang berpakaian
salafi. Sehingga tidak sedikit umat yang tertipu dan mengikuti jejak
mereka.
al-Imam Sufyan ats-Tsauri [16] rahimahullah berkata,
اِمْتَحِنُوا أَهْلَ الْمَوْصِل بِالْمُعَافَى بن عِمْرَان
“Ujilah penduduk kota al-Maushil dengan al-Mu’afa bin ‘Imran. [17] “
Maksudnya, “Ujilah kelurusan
aqidah atau manhaj penduduk negeri Maushil dengan sikap mereka terhadap
‘ulama sunnah di negeri tersebut yang bernama al-Mu’afa bin ‘Imran.”
Jika didapati seorang yang mencintai beliau, memuji, dan menyebutkan
kebaikan-kebaikan beliau, maka didapati padanya ciri-ciri seorang Ahlus
Sunnah. Apabila ternyata ada seorang penduduk negeri tersebut yang
mencoba menjatuhkan kredibilitasnya, maka dia adalah Ahlul Bid’ah.
Ahmad bin ‘Abdillah bin Yunus [18] rahimahullah berkata,
اِمْتَحِنُوا أَهْلَ الْمَوصِل
بِمُعَافَى بن عِمْرَان؛ فَإِنْ أَحَبُّوهُ فَهُم أَهْلُ السُّنَّةِ،
وَإِنْ أَبْغَضُوهُ فَهُمْ أَهْلُ البِدْعَةِ، كَمَا يُمْتَحَنُ أَهْلُ
الكُوْفَة بِيَحْيَى.
“Ujilah penduduk al-Maushil
dengan Mu’afa bin Imran, apabila mereka mencintainya berarti mereka
Ahlus Sunnah, apabila membencinya berarti mereka ahlul bid’ah.
Sebagaimana pula penduduk Kufah diuji dengan Yahya. [19]“
Ahmad bin ‘Abdillah bin Yunus rahimahullah juga berkata,
كَانَ سُفْيَانُ إِذَا جَاءَهُ
قُوْمٌ مِنْ أَهْلِ الْمَوصِل اِمْتَحَنَهُمْ بِحُبِّ الْمُعَافَى، فَإِنْ
رَآهُمْ كَمَا يَظُنُّ، قَرَّبَهُمْ وَأَدْنَاهُم، وَإِلاَّ فَلاَ.
“Dulu Sufyan ats-Tsauri
apabila ada sekelompok orang dari penduduk Maushil datang kepada beliau,
maka beliau menguji mereka dengan kecintaan kepada al-Mu’afa. Jika
beliau melihat mereka seperti yang beliau sangka (yakni mencintai
Mu’afa), maka beliau mendekatkan mereka. Jika tidak demikian (yakni
tidak mencintai Mu’afa), maka beliau pun tidak (mendekatkan) mereka.”
Perhatikan baik-baik sikap
para ‘ulama salaf di atas, mereka sangat berhati-hati dalam bergaul dan
berkawan, demi menjaga keselamatan aqidah dan manhajnya. Sehingga jika
datang kepada beliau seorang dari negeri tertentu yang tidak beliau
kenal aqidah dan manhajnya, maka beliau menguji orang tersebut dengan
sikap dan penilaiannya terhadap ‘ulama sunnah di negeri tersebut. Semoga
Allah Subhanahu wa Ta’ala membantu kita semua untuk beramal
dengan manhaj salaf yang mulia ini, terkhusus di masa-masa penuh fitnah
dan penyimpangan seperti sekarang ini. Kalau Ahlul Bid’ah dahulu lebih
berterus terang dalam menampakkan kebenciannya terhadap ‘ulama sunnah,
maka di zaman ini bermunculan Ahlul Bid’ah yang berpakaian salafi,
berucap dengan ucapan yang mirip dengan kaum salafi, mengajarkan
kitab-kitab ‘ulama salaf, namun mereka menyimpan kebencian kepada ‘ulama
sunnah, terkhusus ‘ulama yang gigih berjuang membela sunnah dan
membantah ahlul bid’ah. Kalau di zaman kita ini asy-Syaikh al-’Allamah
Rabi’ bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah adalah ‘ulama yang
paling menonjol dalam bidang ini, sebagaimana telah lalu dalam
penjelasan pada bagian pertama dan kedua. Kebencian Ahlul Bid’ah
tersebut sungguh telah tampak dari mulut-mulut mereka, baik secara
terang-terangan maupun tersembunyi, dan kebencian yang ada dalam qalbu
mereka lebih besar lagi.
{قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ
أَفْوَاهِهِمْ وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ قَدْ بَيَّنَّا لَكُمُ
الْآيَاتِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْقِلُونَ (118)} [آل عمران: 118]
“Telah nyata kebencian dari
mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih
besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepada kalian ayat-ayat (Kami),
jika kalian memahaminya.” (Ali ‘Imran : 118)
Untuk menegaskan pembahasan
pada bagian ini, kami menukil kembali pernyataan asy-Syaikh al-’Allamah
Muhammad Nashiruddin al-Albani rahimahullah tentang orang yang
mencoba menciptakan keraguan di tengah umat tentang keilmuan dan
kelurusan manhaj asy-Syaikh Rabi’ al-Madkhali hafizhahullah, dan mengesankan bahwa manhaj atau metode tahdzir
beliau bertentangan dengan ulama salaf, atau para imam dakwah salafiyah
zaman ini. Pernyataan beliau tersebut tertuang dalam sebuah tanya jawab
yang diajukan kepada beliau sebagai berikut:
Penanya : Walaupun (telah
tegas) sikap kedua syaikh yang mulia, yaitu (asy-Syaikh) Rabi’ bin Hadi
al-Madkhali dan (asy-Syaikh) Muqbil bin Hadi al-Wadi’i dalam memerangi
kebid’ahan dan berbagai pernyataan (aqidah) yang menyimpang. Sebagian
pemuda mencoba menciptakan keraguan tentang kedua syaikh (yang mulia
tersebut) bahwa keduanya berada di atas prinsip salafi?
Asy-Syaikh Al-Albani menjawab
: ” … . Maka merendahkan kedua syaikh tersebut yaitu asy-Syaikh Rabi’
dan asy-Syaikh Muqbil – dua tokoh yang menyeru kepada al-Kitab dan
as-Sunnah serta prinsip as-Salafush Shalih, juga memerangi orang-orang
yang menyelisihi manhaj yang shahih ini – sebagaimana telah tampak
kepada semua pihak, bahwa perbuatan tersebut (menjatuhkan
kredibilitas dua syaikh yang mulia tadi) hanyalah muncul dari salah satu
dari dua jenis orang:
- Bisa saja hal itu muncul dari seorang yang jahil
- Atau seorang pengekor hawa nafsu.
Adapun seorang yang jahil,
masih mungkin hidayah untuknya. Karena dia menyangka bahwa dirinya
berada di atas ilmu. Namun, jika telah nampak kepadanya ilmu yang benar,
maka dia akan berjalan di atas hidayah.
Adapun seorang pengekor hawa nafsu maka tidak ada jalan bagi kita, kecuali Allah memberikan hidayah kepadanya.
Mereka yang mengkritisi dua
syaikh tersebut (asy-Syaikh Rabi’ dan asy-Syaikh Muqbil) bisa saja
seorang yang jahil maka diberi pelajaran, atau dia adalah seorang
pengekor hawa nafsu, maka berlindung kepada kepada Allah dari
kejahatannya, dan kita memohon kepada Allah agar memberikan hidayah
kepadanya atau semoga Allah turunkan padanya musibah/bala’.”
Semoga saudara Firanda bisa merenungi ucapan asy-Syaikh al-Albani di atas, apakah dia:
- tergolong seorang yang jahil tentang keilmuan dan kelurusan manhaj asy-Syaikh Rabi’ hafizhahullah. Maka dari itu, kami nasehatkan untuk banyak membaca karya-karya beliau dengan jujur dan ikhlash guna mengambil faidah-faidah ilmiah, baik dalam bidang bantahan-bantahan beliau terhadap ahlul bid’ah atau pun dalam bidang rijalul hadits, ‘ilalul hadits,
aqidah, manhaj, serta kesabaran dan keuletan beliau yang diiringi
dengan sifat lembut atau keras pada tempatnya. Untuk kemudian dengan jujur dan ikhlash
pula saudara Firanda menyampaikannya kepada umat dengan penuh
keterbukaan, dan jauh dari kata-kata atau sikap yang penuh tipu daya.
- Atau dia tergolong jenis
kedua, yaitu seorang pengekor hawa nafsu yang sudah sangat lama
memendam kebenciannya kepada asy-Syaikh Rabi’, sehingga tidak peduli
lagi terhadap berbagai nasehat, tidak lagi mau mengakui secara jujur dan ikhlash
berbagai keutamaan beliau serta tidak mau meninggalkan berbagai
kebiasaan dan manhajnya yang jelek itu dan terus berambisi
mempertahankannya mengikuti jejak Ali Hasan al-Halabi dan orang-orang
semisalnya. Jika demikian, dia terancam dengan doa asy-Syaikh al-Albani rahimahullah, ” … atau semoga Allah turunkan padanya musibah/bala’. ”
(bersambung Insya Allah)
al-Faqir ila ‘afwi wa ‘auni rabbihi
Luqman Muhammad Ba’abduh
Jember, 12 Dzulhijjah 1434 H / 17 Oktober 2013 M
0 komentar:
Posting Komentar
berkata baik, atau diam