Tahukah anda siapakah Asy Syaikh Abdul Qadir Al Jailani Rahimahullah?
Cobalah
lontarkan pertanyaan ini kepada siapa saja yang anda jumpai. In sya
Allah mereka akan mengenalnya. Dia adalah seorang wali, dia adalah
ulama, dia adalah orang shalih. Ya, Nama Syaikh Abdul Qadir Al Jailani
begitu populer dinegri kita. Beliau dikenal sebagai seorang ulama yang
shalih, sekaligus sangat identik dengan berbagai karomah yang dimiliki.
Ada yang meyakini bahwa beliau adalah Wali Allah yang mampu terbang
tinggi di angkasa raya, atau berjalan diatas air dengan secepat kilat.
Bahkan ada pula yang beranggapan bahwa beliau mampu menghidupkan orang
yang sudah mati.
Sebenarnya, kisah tentang berbagai keajaiban inilah yang membuat
sekian banyak orang mengagumi dan mengidolakan Syaikh Abdul Qadir Al
Jailani. Sampai sungguh disayangkan, perbuatan sebagian orang yang
sangat berlebihan terhadap beliau. Yaitu menjadikan beliau wasilah
(perantara) dalam doa. Dengan keyakinan, tanpa hal itu, doa mereka tidak
akan dikabulkan. Jelas ini merupakan sikap yang melebihi batas dan
kesesatan yang nyata. Sehingga alangkah baiknya jika kita mengetahui
siapa sebenarnya Syaikh Abdul Qadir Al Jailani.
Benarkah beliau mempunyai berbagai keajaiban tersebut Ataukah sekedar mitos atau dongeng hasil rekayasa orang orang, yang tidak bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah?
Nama lengkap beliau adalah Abdul Qadir bin Abi Shalih Abdullah bin
Janki Duwast bin Abi Abdillah bin Yahya bin Muhammad bin Dawud bin Musa
bin Abdillah bin Musa Al Hauzy bin Abdullah Al Mahdi bin Al Hasan Al
Mutsanna bin Al Hasan bin Ali bin Abi Thalib Al Jailani. Dengan melihat
kepada silsilah keturunan diatas, bisa diketahui bahwa beliau memiliki
garis kerurunan yang mulia, karena berujung kepada Ali bin Abi Thalib
Rodhiyallahu ‘anhu. Beliau berasal dari negri jailan, sehingga sebutan
Al Jailani merupakan nisbat kepada negeri tersebut. Jailan adalah sebuah
nama untuk beberapa daerah yang terletak dibelakang Negeri Thabaristan.
Beliau dilahirkan ditempat teraebut pada bulan Ramadhan tahun 470 H.
Asy
Syaikh Abdul Qadir Al Jailani merupakan salah seorang ulama Ahlus
Sunnah wal Jama’ah. Siapa saja yang membaca dan menelaah biografi beliau
yang banyak disebutkan oleh para ulama, niscaya ia akan mendapatkan
bahwa beliau berakidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Hal ini bisa dibuktikan
dengan melihat perjalanan hidup beliau selama menuntut ilmu agama.
Beliau tiada pernah lepas dari bimbingan para Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Sungguh Allah telah memberikan Taufik dan karunia yang sangat besar
kepada beliau. Ya, Allah menanamkan rasa cinta terhadap ilmu agama
semenjak beliau masih kanak kanak. Dalam usia yang masih sangat belia,
yaitu pada umur 8 tahun, beliau telah meninggalkan tempat kelahiran dan
merantau kekota Baghdad untuk menimba ilmu dari para ulama. Beliau
belajar kepada Al Qodhi Abu Sa’ad Al Mukharrimi. Selain Itu beliau pun
banyak meriwayatkan hadits dari sejumlah ulama pada masa itu.
Diantaranya Abu Ghalib Al Baqilani dan Abu Muhammad Ja’far As Sirraj.
Beliau menimba ilmu dari ulama ulama tersebut, hingga mampu menguasai
berbagai ilmu ushul dan khilaf (Perbedaan) pendapat para ulama. Bahkan
Abu Sa’ad Al Mukharrimi, akhirnya menyerahkan pengelolaan sekolahnya di
babul ajaj sepenuhnya kepada Syaikh Abdul Qadir Al Jailani.
Semenjak
Itulah Pertualangan dakwah beliau dimulai. Dengan kesungguhan yang luar
biasa, beliau melaksanakan Amanah tersebut. Beliau benar benar
menjadikannya sebagai sarana untuk berdakwah dijalan Allah. Berbagai
petuah dan nasihat beliau sampaikan kepada penduduk yang tinggal
disekitar madrasah tersebut. Hasilnya sungguh diluar dugaan. Beliau
mampu mengambil simpati orang banyak, yang selanjutnya mereka menimba
ilmu dimadrasah tersebut. Bahkan tidak sedikit orang yang bertaubat dari
kemaksiatan dan penyimpangan lantaran mendengar nasihat yang beliau
sampaikan.
Adz
Dzahabi menukilkan ucapan Syaikh Abdul Qadir Al Jailani dalam kitab
beliau. Siyar A’lamin Nubala ketika menyebutkan biografi beliau, syaikh
berkata, lebih dari lima ratus orang masuk islam lewat tanganku. Dan
lebih dari seratus ribu orang telah bertaubat. Hal ini mengingatkan kita
betapa besarnya pahala seseorang yang menjadi lantaran sampainya
hidayah kepada orang lain. Sebagaimana sabda Nabi Shollallohu ‘alaihi
Wasallam kepada Ali bin Abi Thalib Rodhiyallohu ‘anhu yang Artinya, Demi
Allah, sekiranya Allah memberikan hidayah kepada satu orang melalui
engkau, maka hal itu lebih baik bagimu dari pada mendapatkan unta
merah.(HR. Al Bukhari dan Muslim).
Unta merah adalah gambaran harta yang paling mewah dan berharga.
Para
ulama pun mempersaksikan lurusnya akidah Syaikh Abdul Qadir Al Jailani.
Persaksikan tersebut muncul dari ulama yang sezaman dan langsung.
Demikian pula ulama kalangan generasi sepeninggal beliau, yang telah
menelaah dan meneliti buku buku karya beliau.
Mari
kita simak penuturan salah seorang murid beliau, yang dikemudian hari
menjadi ulama yang sangat terkenal. Yaitu Ibnu Qudamah. Suatu saat ibnu
Qudamah pernah ditanya tentang Syaikh Abdul Qadir Al Jailani. Beliau
menjawab, saat kami tiba di kota baghdad, ternyata saat itu kami
menjumpai Syaikh Abdul Qadir Al Jailani berada dipuncak tertinggi dalam
hal ilmu, fatwa ,zuhud. Ibnu Rajab menyatakan, Syaikh Abdul Qadir Al
Jailani termasuk seorang ulama yang komitmen terhadap sunnah dalam
berbagai permasalahan yang berkenaan tentang sifat sifat Allah, takdir,
dan yang semisalnya. Beliau pun sangat serius dalam membantah siapa saja
yang menyelisihi perkara tersebut.
Bukti
Semua ini adalah Syaikh Abdul Qadir sendiri berkata dalam kitabnya yang
sangat terkenal, Al Ghunyah, Allah berada diatas langit, diatas Arsy,
menguasai kerajaan Alam semesta, Ilmu Nya meliputi segala sesuatu,
kepada Nya lah naik kata kata yang baik dan amalan shalih. Dia mengatur
segala urusan dari langit kebumi, lalu urusan itu naik kepada Nya dalam
satu hari yang sama dengan seribu tahun menurut manusia. Tidak boleh
dikatakan bahwa Allah ada disegala tempat. Bahkan Dia diatas langit,
diatas Arsy, sebagaimana Firman Allah berfirman yang artinya, Ar Rahman
(Allah) tinggi Istiwa dia atas Arsy. (QS. Thaha:5). Dengan demikian,
karya beliau yang bernama Al Ghunyah Li Thalibi Thariqil Haq ini,
Menjadi salah satu bukti otentik yang menunjukkan bahwa beliau adalah
seorang ulama yang berakidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Hal
senada juga pernah diungkapkan oleh para ulama masa kini. Diantaranya
adalah Asy Syaikh Rabi bin Hadi Al Madkhali Hafizhohullohu dalam kitab
beliau yang berjudul Al Haddud Fashil, aku telah mendapatkan akidah
Syaikh Abdul Qadir Al Jailani di dalam Kitabnya Al Ghunyah ternyata
beliau adalah seorang Salafi. Beliau menetapkan nama nama dan sifat
sifat Allah, serta berbagai akidah yang lainnya diatas manhaj salaf.
Beliau juga sangat perhatian dalam membantah berbagai kelompok sesat
seperti Syi’ah, Rafidhah, Jahmiyah, Jabriyah, Salimiyah, dan kelompok
Lainnya.
Adapun mengenai berbagai kisah tentang karomah yang disandarkan
kepada beliau, maka tidak semua kisah tersebut benar adanya. Syaikhul
islam ibnu taimiyah Rohimahullah menjelaskan bahwa riwayat yang
menyebutkan karomah yang beliau miliki telah mencapai derajat mutawatir
(sangat banyak). Dan sebagian kisah itu memang benar adanya. Namun,
tidak sedikit kisah kisah yang tidak bisa dipertanggung jawabkan
keabsahan dan kebenarannya.
Oleh sebab itu Ibnu Rajab mengatakan Syaikh Abdul Qadir Al Jailani
adalah orang yang diagungkan pada masanya. Sungguh beliau telah
dimuliakan oleh sekian banyak syaikh, baik kalangan ulama ataupun para
ahli zuhud. Yang demikian itu karena beliau memiliki banyak keutamaan
dan karamah. Ada seorang yang bernama Al Muqri Abul Hasan Asy Syathnufi
Al Mishri, yang menghimpun cerita cerita tentang berbagai keutamaan
Syaikh Abdul Qadir Al Jailani dalam tiga jilid kitab. Namun orang itu
telah mencantumkan hal hal yang aneh dan dusta. Padahal cukuplah seorang
itu dikatakan berdusta, jika dia menceritakan segala yang ia dengar.
Sebagian kitab itu telah kubaca, dan Qolbuku tidak tenang untuk
meriwayatkan segala kisah yang ada didalamnya. Kecuali kisah kisah yang
telah popouler dari kitab selainnya. Selain itu, banyak riwayat dalam
kitab ini yang bersumber dari orang orang majhul (tidak dikenal) juga
perkara perkara yang mustahil, sesat, klaim, dan ucapan yang batil.
Semua itu tidak pantas dinisbatkan kepada Syaikh Abdul Qadir Al jailani.
(Dzail Thabaqat Hanabilah, 1/293, karya Ibnu Rajab).
Imam
Adz Dzahabi Rohimahullah menyebutkan tidak ada ulama besar yang riwayat
hidup dan karamahnya lebih banyak kisahnya, selain Syaikh Abdul Qadir
Al Jailani Rohimahullah. Namun, banyak dari riwayat riwayat itu tidak
benar. Bahkan ada yang mustahil terjadi. Tidak ketinggalan Ibnu Katsir
Rohimahullah juga memberikan komentarnya mengenai beliau ini dalam Al
Bidayah Wan Nihayah, beliau mengatakan, orang orang banyak menukilkan
hal dari Syaikh Abdul Qadir Al Jailani, baik berupa ucapan, perbuatan,
penyingkapan urusan ghaib, yang mayoritasnya adalah ghuluw (sikap
ekstrim). Padahal beliau adalah seorang yang shalih dan wara’. Beliau
menulis kitab Al Ghunyah dan Futuh Al Ghaib. Dalam kedua kitab ini
terdapat perkara perkara yang baik, namun beliau kadang kadang
membawakan hadits hadits lemah, bahkan palsu. Akan tetapi secara global,
beliau merupakan seorang figur dikalangan pemimpin Masyaikh.
Terlepas
dari berbagai karomah dengan berbagai versi yang disebutkan dari Syaikh
Abdul Qadir Al Jailani, sesungguhnya ada sebuah suri tauladan yang baik
pada diri segenap kaum muslimin. Yaitu kesabaran beliau yang sangat
menakjubkan dalam menghadapi cobaan dan ujian duniawi.
Para
pembaca yang budiman, ketahuilah bahwa tidak ada seorang pun yang bisa
selamat dari berbagai penderitaan fisik maupun jiwa, kerugian harta
benda, maupun kehilangan orang orang yang dicintai. Yang demikian ini
pasti akan menimpa siapapun. Baik orang shalih maupun orang bejat,
bahkan para Nabi sekalipun. Allah Menegaskan hal ini dalam firman Nya:
ولنبلونكم بشيء من الخوف والجوع ونقص من الأنفس والثمرات، وبشر الصبرين
Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepada kalian, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah buahan. Dan
berikanlah berita gembira kepada orang orang yang sabar. (QS. Al
Baqarah: 155).
Dalam
Kitab Dzailu Thabaqatil Hanabilah, Ibnu Rajab Rohimahullah menyebutkan
sebuah peristiwa yang pernah dialami oleh Syaikh Abdul Qadir Al Jailani
dikota Baghdad. Beliau berkata, Aku mengambil selada dan sisa sisa
sayuran dari tepi sungai. Kesempitan hidup semakin memuncak karena
melambungnya harga barang di Baghdad. Hal ini membuatku tidak makan
selama beberapa hari. Bahkan aku terpaksa harus memungut sisa makanan
yang terbuang untuk dimakan. Suatu hari aku keluar dari rumah menuju
tepi sungai karena terdorong oleh rasa lapar yang sangat hebat.
Barangkali aku bisa menemukan daun, sayuran, atau yang lainnya untuk
dimakan.
Namun,
tidaklah aku mendatangi suatu tempat, kecuali pasti telah ada orang
lain yang mendahuluiku. Jika aku mendapatkannya, ternyata aku
menyaksikan orang orang miskin saling berdesak desakan untuk
memperebutkannya. Maka aku pun membiarkannya dalam keadaan aku menyukai
makan tersebut. Akupun Pulang dengan berjalan ditengah kota, dan
tidaklah aku menemukan sisa makanan yang terbuang, melainkan pasti ada
yang telah mendahuluiku untuk mengambilnya. Akhirnya aku sampai dimasjid
yasin yang terletak disebuah pasar kota baghdad. Aku benar benar sangat
lemah dan tidak mampu lagi bertahan. Aku pun masuk kedalam masjid itu,
lalu duduk di salah satu sudut masjid. Hampir saja kematian menjemputku
waktu itu.
Dalam
kondisi seperti, tiba tiba masuklah seorang pemuda ajam (non arab)
dengan membawa roti dan daging daging panggang. Kemudian ia duduk dan
memakannya. Setiap kali ia mengangkat tangan untuk menyuapkan makanan
kemulutnya, mulutku ikut terbuka karena begitu beratnya kelaparan yang
kurasakan itu. Sampai sampai aku mengingkari hal ini terjadi dalam
diriku. Aku berkata, apa apaan ini, Aku Berkata. Tidaklah ada kecuali
Allah atau kematian yang telah ditetapkan Oleh Nya. Tiba tiba pemuda
tersebut menoleh kearahku dan melihatku lalu berkata, Bismillah,
makanlah wahai saudaraku. Namun aku menolaknya. Maka pemuda itu
bersumpah supaya aku memakannya, jiwaku ingin segera mengiyakan
permintaan itu, namun diriku tidak menurutinya. Pemuda tersebut kembali
bersumpah dan akhirnya aku memenuhi keinginannya, maka aku pun
memakannya.
Pemuda itu bertanya kepadaku Apa kesibukanmu? Dari mana asalmu? Dan namamu siapa? Aku
pun menjawab, Aku adalah orang yang sedang belajar Fiqih. Asalku dari
Jailan.
Apakah engkau mengenal seorang pemuda asal jailan yang bernama
Abdul Qadir, dia adalah cucu Abu Abdillah Ash Shauma’i Az Zahi?
Aku pun menjawab, Akulah orang nya seketika itu pemuda tersebut
bergetar dan berubah raut wajahnya. Ia berkata Demi Allah aku sampai ke
Baghdad, dengan sisa bekal yang tinggal sedikit. Aku selalu bertanya
tentang dirimu, namun tidak seorang pun yang menunjukkanku kepadamu.
Akhirnya bekalku habis. Sehingga selama tiga malam aku tidak memiliki
uang untuk membeli makanan selain uangmu yang ada pada diriku. Bangkai
telah halal bagiku (karena keadaan darurat) aku pun mengambil barang
titipan untukmu yang berupa roti dan daging panggang. Makanlah dengan
tenang karena makanan ini milikmu. Sekarang aku adalah tamumu, setelah
sebelumnya engkau menjadi tamuku.
Aku pun bertanya kepadanya, kenapa bisa seperti itu?
Ia pun bercerita, ibumu telah menitipkan kepadaku uang delapan dinar
untukmu. Lalu aku membeli makanan dengan uang itu karena terpaksa.
Sekarang aku meminta maaf kepadamu. Maka aku menyuruhmu diam dan
menentramkan jiwanya. Kemudian aku memberinya sisa makanan dan sedikit
uang sebagai bekal. Maka ia pun menerimanya dan pergi.
Demikianlah pembaca yang budiman, sepenggal kisah tentang kesabaran
Syaikh Abdul Qadir Al Jailani Rohimahullah. Seorang yang mengaku
mencintai Syaikh Abdul Qadir, maka hendaknya ia berusaha meneladaninya.
Bagaimana semangat dan kesabaran beliau dalam menuntut ilmu, perjuangan
beliau dalam mendakwahkan ilmu agama, akidah beliau, dan sifat sifat
terpuji yang lainnya. Bukan diwujudkan dengan sekedar menyebut nyebut
namanya dalam majlis dzikir atau doa. Apalagi dengan menjadikan beliau
sebagai wasilah dalam berdoa kepada Allah. Ini adalah perbuatan Bid’ah
yang terlarang dalam syariat islam, yang mengantarkan kepada kesyirikan.
Allahu’alam.
Selesai.
Penulis Al Ustadz Abu Hafiy Abdullah.
Sumber, Qudwah Edisi 02 vol 01/1433H/2012.
Klik Join telegram
http://bit.ly/FadhlulIslam
www.salafymedia.com
WA Fadhlul Islam Bandung