:::: MENU ::::

Senin, 10 Agustus 2015

bahteraku-15


Al-Ustadzah Ummu Luqman Salma

Pembaca setia, Anda telah mengetahui dua hak istri atas suami pada edisi lalu. Berikut ini kami akan menyebutkan hak-hak istri yang lainnya. Semoga bahasan ini menambah ilmu dan amal kita semua.
  1. Suami tidak menyebarkan rahasia istri.
Suami adalah orang terdekat bagi istri. Begitu dekatnya dengan istri sehingga suami disebut sebagai belahan jiwa si istri. Suami juga merupakan penjaga amanat istri dan pelindung baginya. Maka dari itu, haram bagi suami menyebarkan rahasia istri dan menyebut aib-aibnya.
Di antara rahasia yang paling berbahaya apabila disebarkan adalah rahasia ranjang. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingatkan para suami dan para istri agar tidak menyiarkannya. Asma’ bintu Yazid radhiyallahu ‘anha menceritakan bahwa dia pernah berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam. Saat itu, para sahabat, pria dan wanita, sedang duduk-duduk. Beliau bertanya,
لَعَلَّ رَجُلًا يَقُولُ مَا يَفْعَلُ بِأَهْلِهِ وَلَعَلَّ امْرَأَةً تُخْبِرُ بِمَا فَعَلَتْ مَعَ زَوْجِهَا؟
“Barangkali ada pria yang menceritakan perbuatannya bersama istrinya, dan barangkali ada wanita yang menceritakan perbuatannya bersama suaminya?”
Para sahabat pun terdiam, tidak bergerak dan tidak berkata-kata. Aku (Asma’) berkata, “Ya, demi Allah, wahai Rasulullah. Sungguh para wanita telah melakukannya, begitu pula para pria.” Beliau bersabda,
فَلَا تَفْعَلُوا، فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِثْلُ الشَّيْطَانِ لَقِيَ شَيْطَانَةً فِي طَرِيقٍ فَغَشِيَهَا وَالنَّاسُ يَنْظُرُونَ
“Jangan kalian melakukannya. Perbuatan itu tidak lain seperti setan laki-laki bertemu dengan setan perempuan di suatu jalan lalu menggaulinya, sementara para manusia menyaksikannya.” (Shahih, Adabuz Zifaf hlm. 72)
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Sesungguhnya termasuk orang yang paling jelek kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat adalah suami yang berjima’ dengan istrinya kemudian menyebarkan rahasia si istri.”
  1. Suami mengajari istri perkara-perkara agama yang penting.
Suami wajib mengajarkan kepada istrinya perkara-perkara agama yang penting jika si istri belum memiliki ilmu tentangnya; atau mengizinkan si istri untuk menghadiri majelis-majelis ilmu agar bisa mempelajarinya. Haram bagi suami mencegah si istri. Sebab, kebutuhan istri untuk memperbaiki agama dan menyucikan jiwanya tidak kalah penting dibandingkan dengan kebutuhannya terhadap makanan dan minuman.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ
 “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (at-Tahrim: 6)
Istri termasuk keluarga. Menjaganya dari neraka adalah dengan iman dan amal saleh. Untuk itu, dibutuhkan ilmu agar istri bisa menjalankannya sesuai dengan tuntutan syariat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda,
أَلَا وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا، فَإِنَّمَا هُنَّ عَوَانٌ عِنْدَكُمْ
“Ketahuilah! Saling berwasiatlah kalian untuk berbuat baik kepada kaum wanita karena mereka adalah tawanan di sisi kalian.” (Muttafaqun ‘alaihi)
  1. Suami hendaknya tidak begadang di luar rumah hingga menjelang akhir malam.
Hal ini berdasarkan kisah Abud Darda’ radhiyallahu ‘anhu, salah satu sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam, yang mengerjakan shalat pada malam hari dan berpuasa pada siang hari sehingga melalaikan istrinya. Mendengar berita tentang hal ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam pun bersabda kepadanya,
إِنَّ لِأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا
“Sesungguhnya istrimu memiliki hak atasmu.” (HR. al-Bukhari)
Ada suami yang menjaga hak istrinya hanya ketika masih cinta dan tertarik kepada si istri. Setelah istrinya berusia lanjut, sakit-sakitan, atau fakir, dia menceraikannya dan melupakan masa-masa indah yang telah mereka lalui sebelumnya. Tidakkah dia mendengar firman Allah,
وَلَا تَنسَوُاْ ٱلۡفَضۡلَ بَيۡنَكُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِيرٌ ٢٣٧
 “Dan janganlah kalian melupakan keutamaan di antara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kalian kerjakan.” (al-Baqarah: 237)
  1. Suami memerintah istri, anak, dan semua orang yang berada di bawah tanggungannya untuk menunaikan shalat.
Hal ini berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala,
وَأۡمُرۡ أَهۡلَكَ بِٱلصَّلَوٰةِ وَٱصۡطَبِرۡ عَلَيۡهَاۖ
“Dan perintahlah keluargamu untuk menunaikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” (Thaha: 132)
dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam,
مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
“Perintahlah anak-anak kalian untuk melakukan shalat ketika mereka berusia tujuh tahun dan pukullah mereka karena meninggalkan shalat saat mereka berusia sepuluh tahun serta pisahkanlah tempat tidur mereka.” (HR. Abu Dawud dengan sanad hasan, dinyatakan shahih oleh al-Albani dalam al-Irwa’ 1/266)
  1. Suami memberikan izin kepada istri jika istri ingin ke luar rumah untuk suatu kebutuhan.
Terkadang istri butuh mengunjungi keluarga, kerabat, dan tetangga. Selama keluarnya itu dalam batasan syar’i dan istri mampu menjaga adab-adab syar’i, hendaknya diizinkan. Adab-adab yang dimaksud semisal tidak bertabarruj, tidak bercampur baur dengan lelaki yang bukan mahram, mengenakan busana yang syar’i, tidak memakai minyak wangi, dan lain-lain. Begitu pula jika ia minta izin keluar untuk ikut shalat berjamaah di masjid, syariat menuntunkan agar ia diizinkan asalkan tetap menjaga adab-adab di atas. Akan tetapi, sebaiknya istri dinasihati terlebih dahulu bahwa shalatnya di rumah lebih utama.

Namun, jika keluarnya menyelisihi syariat, hendaknya suami tidak segan-segan melarangnya. Jangan karena takut istrinya marah atau sedih, suami memberikan izin setiap kali istri ingin keluar. Misalnya, keluar sekadar untuk bermain-main dan membuang waktu, untuk menebar atau mendengar gosip, jalan-jalan cuci mata di pusat-pusat perbelanjaan, dan lain-lain. Demikian pula jika istri tidak mampu menjaga adab-adab syar’i.

Seyogianya suami mampu memilah antara perkara yang baik dan yang buruk. Jangan sampai istrinya termasuk dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam, ”Dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah kulihat: suatu kaum yang membawa cemeti seperti ekor sapi, yang mereka gunakan untuk mencambuk manusia, dan wanita yang berpakaian tetapi telanjang, berjalan berlenggak-lenggok, dan kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Para wanita ini tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, padahal bau surga itu bisa dicium dari jarak sekian dan sekian.” (HR. Muslim)
Wanita mana saja yang memakai minyak wangi kemudian melewati suatu kaum (pria) agar mereka mencium baunya, dia adalah pezina.” (HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi)
Demikianlah, Pembaca yang semoga dirahmati Allah, beberapa hak istri yang bisa kami ketengahkan kali ini. Insya Allah, akan kami bawakan lanjutannya pada edisi mendatang.
Wallahu a’lam bish shawab.

Sumber: http://qonitah.com/hak-istri-atas-suami-bagian-kedua/ 

0 komentar:

Posting Komentar

berkata baik, atau diam

Apik Elek Bloge Dewek