:::: MENU ::::

Rabu, 05 Agustus 2015

MENGENAL MANHAJ MUWAZANAH
Asy Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi’i rahimahullahu
Diantara fatwa As Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi’i rahimahullahu ta’ala

Pertanyaan:
Apakah yang dimaksud dengan Manhaj Muwazanah antara kebaikan dan keburukan, siapakah orang yang pertama kali menyerukannya, dan apa yang termasuk bagian darinya ?

Jawaban:
“Sebagian orang telah memahami bahwa dirinya termasuk seorang yang Majruh (dijauhi), kemudian mereka ingin menutup-nutupi dirinya yang tercela”.

Saya katakan : “Seorang Mubtadi’ Sesat, janganlah engkau menyebutkan kebaikan-kebaikannya dan tidak ada kemuliaan baginya, demikian pula seorang kafir”.

Adapun seorang yang mencintai kebaikan akan tetapi terkadang terjatuh dalam kesalahan pada sebagian perkara, seperti misalnya adalah Aban bin Ayyas.

Sebagaimana Sebagian Ulama dimasanya mengatakan tentang dirinya :
“Apabila dirinya menyebutkan suatu hadits, maka dia membawa keganjilan yang besar”.Namun pada diri beliau terdapat fadhilah dan ibadah.

Sebagian Ulama dimasanya ditanya tentang beliau, kemudian dijawablah :”Sebutkanlah kebaikan dirinya, dan berhati-hatilah dari meriwayatkan haditsnya”.

Permasalahan Muwazanah antara menyebutkan kebaikan dan keburukan seseorang bersamaan, tidaklah kita terima secara mutlak, tidak pula kita tolak secara mutlak. Akan tetapi kenyataannya, seorang hizbi menyeru kepada hizbiyyah, maka janganlah kita menyebutkan kebaikannya tidak pula kemuliaannya.

Sebagian lainnya menyeru menuju demokrasi yang bermakna bahwa suatu bangsa menentukan hukum sendiri untuk bangsanya. Padahal Allah berfirman (artinya) :

”Sesungguhnya hukum itu hanyalah milik Allah”.

Allah juga berfirman (artinya) :

”Apakah hukum jahiliyah yang mereka cari, dan siapakah yang lebih baik hukumnya dibanding hukum Allah, bagi orang-orang yang meyakini”.

Allah juga berfirman (artinya) :

”Barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum yang Allah turunkan, maka mereka itulah orang-orang kafir”.

Allah juga berfirman (artinya) :

”Apakah mereka memiliki sekutu yang mensyariatkan bagi mereka bagian dari agama ini yang Allah tidak izinkan dengannya”.

Sungguh telah kita nyatakan, sepantasnya untuk kita katakan kepada Abdurrahman Abdul Khaliq dengan sebutan “Salafthi/سلفطي”. Huruf Sin dan Lam semisal Salafiyyah, sedangkan huruf Tha’ adalah untuk demokrasi.
Maka Abdurrahman Abdul Khaliq apabila dirinya tetap bersikukuh dalam keadaannya saat ini, wajib untuk di Jarh dan tidak di Ta’dil. Dan dahulu ketika masih tinggal di Madinah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, dia Mustaqim, demikian pula ketika masih awal-awal di kuwait.

Maka terdapat sekelompok orang yang terkena Jarh. Jum’iyyah Ihya’ at-Turats adalah kelompok yang Majruh, DAN SUNGGUH MEREKA TELAH MEMECAH BELAH DA’I-DA’I YANG BERDAKWAH DI JALAN ALLAH. Demikian pula Jum’iyyah al-Hikmah telah majruh, dan Jum’iyyah al-Ihsan majruh. Demikian pula Ikhwanul Muflisun (Ikhwanul Muslimin).
Dan orang yang pertama kali menyerukan dengan model manhaj seperti ini (Muwazanah), mereka adalah sururiyyah dan ikhwanul muflisin, beserta jum’iyyah al-Hikmah dan jum’iyyah al-Ihsan.

Lihat Kitab “Tuhfatul Mujib, hal 166-167″

http://forumsalafy.net/mengenal-manhaj-muwazanah/

0 komentar:

Posting Komentar

berkata baik, atau diam

Apik Elek Bloge Dewek