:::: MENU ::::

Kamis, 06 Agustus 2015

WAJIBKAH MUWAZANAH KETIKA MEMBANTAH AHLI BID’AH?

Asy Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz  رحمه الله

Al-Imam al-‘Allamah ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah pernah ditanya sebuah pertanyaan sebagai berikut:
Pertanyaan
Berdasarkan manhaj ahlus sunnah di dalam membantah ahlul bid’ah dan tulisan-tulisan mereka, apakah termasuk wajib menyebutkan kebaikan-kebaikan mereka beserta kejelekan-kejelekannya atau hanya kejelekan-kejelekannya saja?

Beliau rahimahullah menjawab:
Ucapan para ‘ulama adalah membantah kejelekan-kejelekan tersebut untuk memberikan peringatan dan  menjelaskan kesalahan-kesalahan yang mereka salah padanya guna memberikan peringatan darinya. Adapun kebaikan, maka telah diketahui dan diterima. Namun tujuan yang diinginkan adalah memberikan peringatan (tahdzir) dari kesalahan-kesalahan mereka, Jahmiyah, mu’tazilah, rafidhah,, dan yang semisalnya.

Sehingga bila ada kebutuhan untuk menjelaskan kebenaran yang ada pada mereka, maka dijelaskan. Apabila ada yang bertanya: kebenaran apa yang ada pada mereka? Perkara apa pada mereka yang mencocoki ahlu sunnah? Sedangkan yang ditanya mengetahui hal itu, maka dijelaskan. Namun tujuan yang paling besar dan paling penting adalah menjelaskan kebatilan yang ada pada mereka; guna memperingatkan si penanya darinya dan agar tidak condong kepadanya.

Penanyanya lainnya berkata kepada beliau:
Di sana ada orang-orang yang mewajibkan muwazanah: bila engkau membantah seorang mubtadi’ dengan bid’ahnya untuk memperingatkan manusia darinya, maka engkau wajib menyebutkan kebaikan-kebaikannya supaya tidak menzhaliminya?

Asy-Syaikh rahimahullah menjawab:
Tidak, itu tidak harus. Itu tidak harus. Oleh karena itu bila engkau membaca kitab-kitab ahlus sunnah, engkau akan dapati bahwa yang diinginkan adalah tahdzir (memberikan peringatan). Bacalah kitab-kitab al-Bukhari “Khalqi af’alil ‘ibad,” kitab al-adab di “ash-Shahih”, kitab as-Sunnah karya ‘Abdullah bin Ahmad, kitab “at-Tauhid” karya Ibnu Khuzaimah, bantahan ‘Utsman bin Sa’id ad-Darimi terhadap ahli bid’ah, dan selain itu. Mereka meletakkannya untuk mentahdzir dari kebatilan-kebatilannya. Tidak ada maksud untuk membilang kebaikan-kebaikannya. Tujuannya adalah memberikan peringatan (tahdzir) dari kebatilan-kebatilan mereka. Adapun kebaikan-kebaikan mereka, maka tidak ada nilainya ditinjau dari orang yang berbuat kufur, apabila bid’ahnya sampai mengkafirkannya; gugurlah kebaikan-kebaikannya. Dan bila bid’ahnya tidak sampai mengkafirkannya, maka ia berada dalam kondisi yang berbahaya.
Sehingga tujuannya ialah menjelaskan berbagai kesalahan dan penyimpangan yang wajib ditahdzir darinya. Selesai penukilan dari beliau.

Ucapan asy-Syaikh rahimahullah ini direkam dari pelajaran-pelajaran beliau rahimahullah yang disampaikan pada musim panas tahun 1413 H di kota Thaif.

Sumber: http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=120146
Alih bahasa: Syabab Forum Salafy
Arsip WSI || http://forumsalafy.net/

0 komentar:

Posting Komentar

berkata baik, atau diam

Apik Elek Bloge Dewek